Peternakan

7 Cara Pencegahan Penyakit African Swine Fever pada Babi

Penyakit African Swine Fever (ASF) merupakan salah satu ancaman serius bagi industri peternakan babi di berbagai belahan dunia. Dikenal karena tingkat fatalitasnya tinggi dan belum ada vaksin efektif, pencegahan penyakit  ASF African Swine Fever menjadi hal yang sangat penting dipahami.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang penyakit African Swine Fever pada babi, mulai dari gejala yang harus diwaspadai, cara penularannya, hingga strategi pencegahan yang efektif. Selain itu, kami juga akan menjelaskan tentang pemberian Suplemen Organik Cair (SOC) GDM sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh babi dan mengurangi risiko terkena ASF.

Dengan pemahaman mendalam tentang penyakit ini, diharapkan industri peternakan babi dapat meminimalkan kerugian yang disebabkan oleh ASF. Simak selengkapnya dalam ulasan berikut ini!

cta penyakit african swine fever 1

Apa Itu Penyakit African Swine Fever pada Babi?

African Swine Fever pada babi adalah penyakit diakibatkan oleh virus ASF (ASFV) dari famili Asfarviridae. Penyakit ini menyebabkan berbagai jenis pendarahan pada organ dalam, baik pada babi domestik (ternak) dan babi hutan. 

ASF sangat menular dengan mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Saat ini belum ada vaksin atau pengobatan yang efektif untuk ASF. Babi yang sembuh dari infeksi dapat menjadi pembawa virus dalam darah dan jaringan tubuhnya. 

ASFV sangat tahan terhadap perubahan lingkungan, stabil pada pH 4-13, dan bisa bertahan hidup dalam darah (18 bulan), daging dingin (15 minggu), daging beku (beberapa tahun), dan bahkan dalam kandang babi (hingga 1 bulan). 

ASF tidak berbahaya bagi manusia karena tidak dapat menular, tetapi bisa menyebabkan kematian pada babi hingga 100%. Hal ini telah menyebabkan kerugian ekonomi yang besar di sektor peternakan babi di seluruh dunia. 

Gejala Penyakit African Swine Fever pada Babi

Gejala serangan ASF pada babi ditandai dengan demam tinggi, kehilangan nafsu makan, depresi, muntah, diare, keguguran, radang sendi, pendarahan pada kulit dan organ dalam, serta perubahan warna kulit menjadi ungu. Ada kalanya kematian bisa terjadi pada babi sebelum tanda-tanda tersebut muncul.

Beberapa jenis babi hutan mungkin tidak menunjukkan gejala klinis saat terinfeksi, namun dapat bertindak sebagai reservoir virus. ASF tidak berbahaya bagi manusia karena tidak menular, tetapi dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100%. Hal ini telah menyebabkan kerugian ekonomi yang besar di sektor peternakan babi di seluruh dunia. 

Kemerahan di Bagian Perut, Dada, dan Scrotum

Babi yang terinfeksi African Swine Fever sering mengalami kemerahan pada bagian perut, dada, dan area scrotum mereka. Ini merupakan salah satu tanda visual yang dapat diperhatikan oleh peternak atau penyelia hewan.

Diare Berdarah

Salah satu gejala khas African Swine Fever adalah diare berdarah pada babi yang terinfeksi. Hal ini dapat menjadi indikasi penting bagi peternak untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya penyakit African Swine Fever di dalam kandang.

Babi Lebih Sering Berkumpul dan Kemerahan pada Telinga

Babi yang terinfeksi cenderung berkumpul bersama dan memiliki telinga yang kemerahan. Perilaku ini dapat diamati sebagai bagian dari respons sosial dan reaksi tubuh terhadap infeksi.

Demam Tinggi dan Gejala Neurologis

Infeksi ASF seringkali disertai dengan demam tinggi, mencapai suhu 41 derajat Celsius. Selain itu, babi juga dapat menunjukkan gejala neurologis seperti konjungtivitis, kehilangan nafsu makan (anoreksia), gangguan koordinasi gerakan (ataksia), kelemahan otot (paresis), kejang, muntah, serta masalah pencernaan seperti diare atau sembelit.

Pendarahan pada Kulit, Sianosis, dan Organ Dalam

Gejala lanjutan ASF melibatkan pendarahan pada kulit, terjadinya sianosis (perubahan warna kulit menjadi kebiruan), dan kerusakan pada organ dalam. Ini adalah tanda-tanda serius yang mengindikasikan perkembangan penyakit African Swine Fever yang berpotensi fatal.

Perubahan Perilaku dan Kondisi Fisik

Babi yang terinfeksi ASF seringkali menunjukkan tanda-tanda stres, kesulitan bernapas, serta penolakan terhadap makanan. Mereka mungkin terlihat lemah dan tidak berdaya, dengan beberapa individu bahkan menjadi telentang karena kelemahan.

Kematian Mendadak

Perlu dicatat bahwa dalam beberapa kasus, kematian bisa terjadi pada babi sebelum gejala yang jelas muncul. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit African Swine Fever dapat memiliki dampak yang sangat cepat dan mematikan pada populasi babi.

Babi Hutan sebagai Reservoir Virus

Hal yang sangat perlu diwaspadai adalah beberapa jenis babi hutan mungkin tidak menunjukkan gejala klinis saat terinfeksi, tetapi masih dapat bertindak sebagai reservoir virus. Hal ini menambah kompleksitas dalam upaya pengendalian penyakit African Swine Fever, karena babi hutan yang terinfeksi dapat menjadi sumber penularan bagi babi domestik.

Cara Penularan Penyakit African Swine Fever pada Babi

Penyebaran dan penularan ASF bisa terjadi secara langsung (melalui kontak fisik dengan babi yang terinfeksi ASF) atau tidak langsung. ASF dapat menyebar secara langsung melalui kontak fisik dengan babi yang terinfeksi. Ini termasuk kontak langsung antara babi yang sakit dengan babi sehat di dalam kandang atau area pemeliharaan.

Sedangkan penularan penyakit African Swine Fever secara tidak langsung dapat melalui berbagai cara. Penularan tidak langsung terjadi melalui berbagai sumber kontaminasi, termasuk:

  • Saluran Pencernaan: Melalui makanan sisa dan bangkai yang terinfeksi virus ASF.
  • Sekresi Tubuh: Seperti urin, lendir, dan feses dari babi yang terinfeksi.
  • Darah: Melalui bekas luka yang mengandung virus ASF.
  • Gigitan Caplak Lunak: Caplak seperti Ornithodoros yang menjadi vektor biologis ASF.
  • Kontaminasi Lingkungan: Melalui kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi virus ASF, seperti pakaian, sepatu, kendaraan, alat peternakan, dan kandang.
  • Sisa Bangkai: Babi liar yang mati karena ASF menjadi sumber penularan jika bangkainya tidak dikelola dengan baik.
  • Peran Babi Liar atau Hutan: Mereka dapat membawa virus ke peternakan babi domestik melalui berbagai cara, termasuk liang di peternakan atau dibawa oleh babi hutan yang berinteraksi dengan desa atau peternakan.
cta penyakit african swine fever 2

Cara Pencegahan Penyakit African Swine Fever pada Babi

Sampai saat ini, belum ditemukan vaksin yang efektif untuk mencegah penyebaran penyakit African Swine Fever pada babi. Oleh karena itu, pencegahan penularan ASF menjadi prioritas utama, dengan menerapkan berbagai strategi yang efektif dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Berikut adalah beberapa cara yang dapat Dulur terapkan.

Meningkatkan Kesadaran akan Ancaman ASF 

Kesadaran peternak akan pentingnya biosecurity dan respons cepat terhadap laporan ASF merupakan kunci dalam deteksi dini penyakit. Penyuluhan, bantuan teknis, dan pelatihan, kolaborasi lintas sektoral dapat meningkatkan pemahaman dan respons terhadap ASF. Dukungan kepada peternak dan masyarakat untuk melakukan komunikasi dengan dokter hewan dan pemangku kepentingan lain akan mempercepat penanganan kasus ASF. 

Penerapan Biosecurity yang Ketat dalam Skala Peternakan

Biosecurity merujuk pada serangkaian langkah proaktif untuk mencegah masuknya atau penyebaran penyakit African Swine Fever ke dalam peternakan. Ini mencakup isolasi babi yang sakit, karantina untuk babi impor sebelum penggabungan, menjaga kebersihan pakan, sanitasi kandang yang teratur, pemusnahan cepat babi yang terinfeksi, vaksinasi rutin, pembatasan akses ke peternakan, serta protokol ketat kebersihan bagi siapapun yang memasuki kandang. 

Pembatasan Kontak Babi Domestik dengan Babi Liar 

Pembatasan gerak babi liar dan vektor alami virus ASF merupakan langkah penting, terutama melalui pembangunan pagar pembatas yang mencegah kontak langsung antara babi liar dan babi domestik. Pagar ini juga mencegah akses ke sumber kontaminasi seperti sisa makanan dan bangkai. Meskipun menjadi tantangan bagi peternak skala kecil karena biaya, langkah-langkah alternatif seperti perburuan terkontrol dan pembangunan zona kontrol juga dapat dipertimbangkan.

Pembatasan Akses Karyawan dan Tamu

Hanya karyawan dan pekerja kandang yang diizinkan masuk ke area kandang. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko introduksi virus ASF dari luar ke dalam peternakan. Setiap orang yang masuk harus menggunakan baju dan alas kaki khusus yang disediakan oleh peternakan. Langkah ini membantu mencegah kontaminasi virus ASF yang mungkin dibawa oleh orang dari lingkungan luar.

Desinfeksi Kendaraan dan Alat Pengangkut

Kendaraan pengangkut, pakan, serta alat pengangkut babi harus melewati proses desinfeksi di depan pintu masuk peternakan. Proses ini melibatkan penggunaan bahan disinfektan yang efektif untuk membunuh virus ASF. Setelah proses desinfeksi, kendaraan dan alat pengangkut harus diamkan selama sekitar 15 menit sebelum diizinkan masuk ke dalam area kandang. Langkah ini penting untuk mencegah masuknya virus ASF yang mungkin terbawa oleh kendaraan atau alat pengangkut.

Tidak Bertukar Alat Kandang

Dilarang melakukan pertukaran alat kandang, termasuk sepatu/sandal kandang, antara peternakan yang berbeda atau antara area yang berbeda di dalam peternakan. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus ASF antar peternakan atau antar area di dalam peternakan. Tidak adanya pertukaran alat kandang juga membantu menjaga kebersihan dan biosecurity di dalam peternakan.

Mengendalikan Hewan Pengerat dan Vektor Serangga

Pengendalian hewan pengerat seperti tikus dan vektor serangga yang dapat menjadi penyebar mekanik virus ASF juga menjadi langkah penting dalam meminimalkan risiko penularan penyakit ini. Upaya pengendalian dapat meliputi penggunaan perangkap, penggunaan insektisida, serta menjaga kebersihan dan sanitasi di sekitar area kandang. Dengan mengendalikan populasi hewan pengerat dan vektor serangga, potensi penyebaran virus ASF dapat diminimalkan secara signifikan.

penyakit african swine fever 1

Pemberian Suplemen Organik Cair (SOC) GDM untuk Mencegah Penyakit ASF pada Babi

Selain cara-cara di atas, Dulur juga dapat memberikan Suplemen Organik Cair (SOC) GDM untuk meningkatkan kekebalan tubuh babi terhadap penyakit, termasuk ASF. SOC GDM adalah suplemen organik cair yang mengandung unsur mineral penting dan bakteri menguntungkan untuk pertumbuhan babi. 

Untuk memberikan Suplemen Organik Cair (SOC) GDM kepada babi, langkahnya adalah dengan memberikan dosis 5 ml per ekor. Suplemen ini dicampurkan ke dalam air minum atau kombor babi. Disarankan untuk memberikan SOC GDM secara teratur, baik pada pagi atau sore hari, terutama untuk babi yang telah berusia di atas 2 bulan setelah disapih. 

Dengan menerapkan strategi ini, risiko penyebaran ASF dapat diminimalkan, sehingga industri peternakan babi dapat terlindungi dari kerugian yang dapat ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Dapatkan SOC GDM dan konsultasi gratis tentang masalah peternakan babi Anda dengan meng-klik tombol di bawah ini!

cta penyakit african swine fever 3